RSS

TERAPI KELOMPOK

Terapi Kelompok


§  Konsep Terapi Kelompok
Terapi Kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal. Keuntungan yang diperoleh individu melalui terapi aktivitas kelompok ini adalah dukungan (support), pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan kemampuan hubungan interpersonal dan meningkatkan uji realitas sehingga terapi aktivitas kelompok ini dapat dilakukan pada karakteristik gangguan seperti : gangguan konsep diri, harga diri rendah, perubahan persepsi sensori halusinasi, klien dengan perilaku kekerasan atau agresif dan amuk serta menarik diri/isolasi sosial. Selain itu, dapat mengobati klien dalam jumlah banyak, dapat mendiskusikan masalah-masalah secara kelompok, menggali gaya berkomunikasi, belajar bermacam cara dalam memecahkan masalah, dan belajar peran di dalam kelompok. Namun, pada terapi ini juga terdapat kekurangan yaitu : kehidupan pribadi klien tidak terlindungi, klien kesulitan mengungkapkan masalahnya, terapis harus dalam jumlah banyak. Dengan sharing pengalaman pada klien dengan isolasi sosial diharapkan klien mampu membuka dirinya untuk berinteraksi dengan orang lain sehingga keterampilan hubungan sosial dapat ditingkatkan untuk diterapkan sehari-hari.

§  Munculnya Gangguan
Terapi kelompok digunakan apabila pasien yang mengalami karakteristik gangguan seperti kebingungan konsep diri, harga diri rendah, perubahan persepsi sensori halusinasi, kekerasan, atau menarik diri dari lingkungan social yang sudah tidak dapat ditangani lagi oleh terapi yang bersifat individual.
§  Jenis dan Tujuan Terapi Kelompok menurut Rawlins, Wiliams dan Beck (1993) :
1.      Kelompok terapeutik
Bertujuan mencegah masalah kesehatan, mendidik, mengembangkan potensi, meningkatkan kualitas kelompok dengan angota saling bantu dalam menyelesaikan masalah.
2.      Terapi kelompok
Membuat sadar diri, meningkatkan hubungan interpersonal dan membuat perubahan.
3.      Terapi aktivitas kelompok
Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok yang dilakukan secara bertahap. Selain itu, dapat juga berupa melakukan hal yang menjadi hobinya seperti menyanyi, saat melakukan hobi, terapis mengobservasi reaksi pasien berupa ekspresi perasaan secara nonverbal.
Secara umum, dapat kita simpulkan bahwa tujuan dari terapi kelompok adalah untuk meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan hubungan interpersonal, membagi emosi atau perasaan yang dimiliki pasien dan agar pasien mandiri.
§  Peran Terapis
Terapis membantu, mendorong pasien secara aktif agar mencapai tujuan-tujuan dari terapi kelompok
§  Teknik-teknik Terapi
Berikut sejumlah teknik yang dapat digunakan ketika melaksanakan terapi kelompok :
1.      Teknik yang melibatkan para anggota
2.      Teknik yang melibatkan pemimpin
3.      Menggunakan babak-babak terapeutik
4.      Teknik sesekali membantu lebih dari satu anggota
5.      Teknik untuk bekerja dengan Individu secara tidak langsung

6.      Teknik yang menyebabkan para anggota berbagi pada tingkat lebih pribadi

Sumber:

TERAPI KELUARGA

TERAPI KELUARGA
Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku, perkembangan simtom dan cara pemecahannya. Terapi keluarga dapat dilakukan sesama anggota keluarga dan tidak memerlukan orang lain, terapis keluarga mengusahakan supaya keadaan dapat menyesuaikan, terutama pada saat antara yang satu dengan yang lain berbeda.
Tujuan konseling keluarga terutama adalah untuk mengerti keluarga penderita gangguan skizofrenia, konseling keluarga dianggap cara baru untuk mengerti dan menangani penderita gangguan mental. Kemudian konseling keluarga tidak hanya berguna untuk menangani individu dalam konteks keluarga, tetapi juga keluarga yang tidak berfungsi baik.
Model-model pendekatan-pendekatan baru yang dikembangkan dalam konseling keluarga yaitu:
1.     Multiple Family Therapy
Keluarga-keluarga yang terpilih menemui konselor tiap minggu, dan pada waktu itu mereka menceritakan problem mereka masing-masing dan membantu sesama dalam pemecahan persoalan
2.     Multiple impact Therapy
Mencakup seluruh keluarga dalam sederetan interaksi yang berkelanjutan dengan konselorkonselor komunitas yang multidisipliner mungkin selama dua hari. Terapi ini mencakup pemberian konseling secara penuh selama dua hari atau lebih kepada satu keluarga
3.     Terapi jaringan (Network Therapy)
Berusaha memobilisasi sejumlah orang untuk berkumpul dalam suatu krisis untuk membentuk suatu kekuatan terapeutik. Tujuan ini adalah untuk memperkuat kekuatan dari jaringan yang dikumpulkan untuk memberi kesempatan untuk berubah di dalam sistem keluarga tersebut.

MODEL TERAPI DALAM KELUARGA
1.     Experiential/Humanistic
Tujuan dari terapi ini adalah insight, kematangan psikoseksual, penguatan fungsi ego, pengurangan gejala patologis, dan memuaskan lebih banyak relasi obyek. Kerangka umumnya adalah sejadian saat ini yaitu data terkini dan dari pengalamanyang diobservasi secara langsung.
Aturan dari proses ketidaksadaran adalah pilihan bebas dan kesadaran akan kemampuan diri lebih penting daripada motivasi yang tidak disadari. Fungsi utama dari terapis adalah sebagai fasilitaor aktif pada potensi-potensi untuk pertumbuhan dan menyediakan keluarga pada pengalaman baru.
Jenis-tenis terapi yang digunakan dalam pendekatan experiential/ humanistic adalah sebagai berikut:
a.      Terapi pengalaman (Experiential or symbolic family therapy)
Menggunakan pendekatan non-teoritis dalam terapi tetapi lebih menekankan pada proses, yaitu sesuatu yang terjadi selama tahapan terapi keluarga dan bagaimana setiap orang mengalami perasaan-perasaan dan perubahan pada perilakunya.
b.     Gestalt family therapy
Menekankan pada pengorganisasian diri secara menyeluruh. Focus utamanya adalah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri (self support).
c.      Humanistik Terapis
berperan dalam memperkaya pengalaman keluarga dan memperbesar kemungkinan setiap anggota keluarga untuk menyadari keunikan dan potensi mereka yang luar biasa.
d.     Pendekatan proses/komunikasi
Terapis dan keluarga bekerjasama untuk menstimulasi proses healting-promoting. Pendekatan yang digu akan adalah mengklarifikasi adanya ketidaksesuaian dalam proses kemunikasi diantara anggota keluarga.
2.     Bowenian
Tujuan terapi adalah memaksimalkan diferensiasi diri pada masing-masing anggota keluarga. Kerangka umumnya dari Bowen adalah mengutamakan masa kini dan tetap memperhatikan latar belakang keluarga. Atauran dari ketidak sadaran adalah konsep terkini yang menyatakan konflik yang tidak disadari meskipun saat ini tampak pada masa interaktif.
Fungsi utama dari terapis adalah langsung tapi tidak konfrontasi dan dilihat melalui penyatuan keluarga. Bowen mencoba menjembatani antara pendekatan yang berorientasi pada psikodinamika yang menekankan pada perkembangan diri, isu-isu antar generasi dan peran-peran masa laludengan pendekatan yang membatasi perhatian pada unit keluarga dan pengaruhnya dimasa kini.
Bowen menggunakan 8 konsep dalam dalam sistem hubungan emosional dalam keluarga yang digunakan Bowen untuk menganalisis kasus adalah sebagai berikut:
a.      Pebedaan individu
b.     Triangulasi
c.      Sistem emosional keluarga
d.     Proses proyeksi keluarga
e.     Pemutusan emosional
f.       Proses penularan multigenerasi
g.      Posisi saudara kandung
h.     Regenerasi masyarakat
3.     Psikodinamika
Tujuan dari terapi psikodinamika ini adalah pertumbuhan, pemenuhan lebih banyak pada pola interaksi yang lebih. Psikodinamikan memandang keluarga sebagai system dari interaksi kepribadian, duimana setiap individu mempunyai usb-sistem yang penting dalam keluarga, sebagaimana keluarga sebagai sebuah sub-sistem dalam sebuah komunitas.
Terapis menjadi fasilitator yang menolong keluarga untuk menentukan tujuannya sendiri dan bergerak kearah mereka sebagaimana sebuah kelompok. Kerangka umum adalah masa lalu, sejarah dari pengalaman terdekat yang perlu diungkap.
Aturan dari ketidaksadaran adalah konflik dari masa lalu yang tidak terselesaikan akan Nampak pada perilaku sadar seseorang secara kontineu untuk mrnghadapi situasi dan obyek yang ada sekarang.  Fungsi utama dari terapis bersikap netral artinya membuat intepretasi tehadap pola perilaku individu dan keluarga.
4.        Behavioral
Tujuan dari terapi behavioral adalah merubah konsekuaensi perilaku anatar pribadi yang mengarah pada penghilangan perilaku maladaptif atau problemnya. Kerangka umum dari pendekatan behavioral adalah masa kini yang lebih memfokuskan pada lingkungan interpersonal yang terpelihara dan muncul terus dalam pola perilaku terkini.
Fungsi utama dari terapis adalah direktif, mengarahkan, membimbing atau model dari perilaku yang diinginkan dan negosiasi kontrak Jenis terapi keluarga yang biasa digunakan dalam pendekatan behavioral guna menyusun kembali sebuah keutuhan keluarga adalah:
a.      Behavioral marital therapy
b.     Behavioral parent training
5.     Struktural
Tujuan dari model pendekatan struktural adalah perubahan pada konteks hubungan dalam rangka rekonstruksi organisasi keluarga dan merubah pola disfungsi transaksional. Kerangka umum pendekatan struktural adalah masa kini dan masa lalu yaitu struktur keluarga dipandang dari pola transaksioanal permulaan, dengan kata lain struktur keluatga masa kini dipengaruhi oleh pola-pola transaksional sebelumnya.
Fungsi dari terapis adalah direktur panggung, yaitu memanipulasi struktur keluarga dalam rangka mengubah setting disfungsional. Pendekatan yang biasa digunakan dalam terapi struktural untuk memanipulasi struktur keluarga adalah:
a.      Menyusun ulang kesatuan disfungsional
b.     Teknik intervensi struktural
6.     Komunikasi
Tujuan pendekatan komunikasi adalah mengubah perilaku disfungsional dan rangkaian perilaku yang tidak diinginkan antara anggota keluarga serta memperbanyak sekuensi perilaku diantara anggota keluarga untuk mengurangi timbulnya masalah-masalah dan simptom-simptom kerangka umum dari pendekatan komunikasi adalah masa kini yaitu problem terkini atau perilaku yang sedang terjadi berulang secara konsisten atar individu. Fungsi dari terapis adalah aktif, manipulative, problem fokus, paradoksial dan memberikan petunjuk. 


sumber: 
Almasitoh, U. H (2012). Model Terapi dalam Keluarga. Jurnal Magistra (80): 26-34 

Terapi perilaku (behavior therapy)

Terapi perilaku (behavior therapy) dan pengubahan perilaku (behavior modification) atau pendekatan behavioristik dalam psikoterapi, adalah salah satu dari beberapa “revolusi” dalam dunia pengetahuan psikologi, khususnya psikoterapi. Terapi perilaku yang dikenal diseluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas, PhD dan University of California Los Angeles (UCLA). Terapi perilaku merupakan suatu teknik terapi yang bertujuan untuk menghilangkan perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial dan membangun perilakuperilaku baru yang secara sosial bermanfaat dan dapat diterima (Sunu, 2012).
Terapi perilaku juga bertujuan untuk menumbuhkan perilaku baru komunikasi secara spontan dan kemampuan melakukan interaksi sosial dengan orang lain. Terapi perilaku biasanya dilakukan oleh seorang behavior terapis dengan sistem one on one (satu guru satu murid) dengan memberikan instruksiinstruksi singkat yang spesifik, secara jelas dan terus menerus.
Meskipun demikian, mengingat perilaku merupakan sesuatu yang ditunjukkan mulai seseorang bangun tidur hingga ia tidur lagi di malam harinya, maka sebaiknya apa yang sedang dibangun oleh seorang terapis perilaku terkomunikasikan kepada semua pihak yang berhubungan dengan anak, mulai dari orang tua, keluarga di rumah, hingga guru di sekolah agar setiap aktivitas yang dijalani anak dimanapun mendukung keberhasilan dari terapi perilakunya.
Menurutt Corey (1991) terapi perilaku terdiri dari tiga tahap:
1.      Tahap pertama adalah tahap kondisioning klasik pada mana perilaku yang baru, dihasilkan dari individu secara pasif.
2.      Tahap kedua adalah tahap kondisioning aktif (operant), dimana perubahan-perubahan di lingkungan yang terjadi akibat sesuatu perilaku, bisa berfungsi sebagai penguat-ulang (reinforcer) agar sesuatu perilaku bisa terus diperlihatkan, sehingga kemungkinan perilaku tersebut akan diperlihatkan terus dan semakin diperkuat. Sebaliknya jika lingkungan tidak menghasilkan suatu penguat-ulang, harapan untuk memperlihatkan kembali perilaku berkurang.
3.      Tahap ketiga adalah tahap kognitif. Sebagaimana diketahui bahwa munculnya terapi perilaku dengan ciri-ciri khas yang bertentangan dengan pendekatan psikoanalisis, psikodinamik, mengesampingkan konsep berpikir, konsep sikap dan konsep nilai.


Daftar pustaka:
Gunarsa, Singgih. D (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia

Sudewi, Gusti. A. K. I, dkk, 2014, “PENGARUH TERAPI PERILAKU TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA ANAK AUTIS DI PUSAT LAYANAN PSIKOLOGI PRADNYAGAMA BALI”. Volume: 3 No 2, file:///C:/Users/user/Downloads/39-76-1-SM.pdf, 7 April 2016

Client Centered Theory

Pengertian Client Centered Theory
Client Centered Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak kecurangan diri (self-deception). Teori Konseling Client-Centered memiliki kelebihan dan juga kekurangan.

Kelebihan dari teori konseling Client Centered yaitu:
1.       pemusatan pada klien dan bukan pada therapist,
2.        identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian,
3.       lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik,
4.       memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif,
5.       Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi,
6.       menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis,
7.       klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya,
8.       klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi.

Sedangkan kekurangan dari teori konseling client-centered ini yaitu:
1.       terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana,
2.       terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan, tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri,
3.       dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu,
4.       tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya, sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal,
5.       terapi menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif.
6.       Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup, tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah,
7.       minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya.

Teknik terapi Client Centered Theory
1.       menerima, terapis menerima pasien dengan respek tanpa mengadilinya entah secara positif atau negatif. Pasien dihargai dan diterima tanpa syarat. Dengan sikap ini terapis memberi kepercayaan sepenuhnya kepada kemampuan pasien untuk meningkatkan pemahaman dirinya dan perubahan yang positif.
2.       Keselarasan (congruenceI). Terapis dikatakan selaras dalam pengertian bahwa tidak ada kontradiksi antara apa yang dilakukannya dan apa yang dikatakannya,
3.       Pemahaman. Terapis mampu melihat pasien dalam cara empatik yang akurat. Dia memiliki pemahaman konotatif (conotative) dan juga kognitif,
4.       Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini. Terapis mampu mengkomunikasikan penerimaan, keselarasan dan pemahaman kepada pasien sedemikian rupa sehingga membuat perasaan-perasaan terapis jelas bagi pasien,
5.       Hubungan yang membawa akibat. Suatu hubungan yang bersifat mendukung (supportive relationship), yang aman dan bebas dari ancaman akan muncul dari teknik-teknik diatas

Metode Client Centered Theory:
Enam syarat proses Client Centered Theory menurut Rogers yang harus dipenuhi oleh terapis:
1.       terapis menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkah lakunya sendiri.
2.       Terapis mengakui bahwa pasien dalam dirinya sendiri memiliki dorongan yang kuat untuk menggerakkan dirinya ke arah kematangan (kedewasaan) serta independensi, dan terapis menggunakan kekuatan ini dan bukan usaha-usahanya sendiri.
3.       Menciptakan suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh dimana pasien dapat mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan apa saja yang diinginkannya.
4.       Membatasi tingkah laku tetapi bukan sikap (misalnya pasien mungkin mengungkapkan keingian-keinginannya untuk memperpanjang pertemuan melampaui batas waktu yang telah disetujui, tetapi terapis tetap mempertahankan jadwal semula.
5.       Terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukkan pemahaman dan penerimaannya terhadap emosi-emosi yang sedang diungkapkan pasien yang mungkin di lakukannya dengan memantulkan kembali dan menjelaskan perasaan-perasaan pasien.
6.       Terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, menyalahkan, memberikan penafsiran, menasihatkan, mengajarkan, membujuk, meyakinkan kembali.

Proses terapi Client Centered Therapy
Teori Rogers mengenai terapi dan perubahan kepribadian mengikuti model “jika – maka” terdiri dari tiga bagian: syarat-syarat, proses, dan hasil. Jika syarat-syarat dipenuhi, maka proses akan terjadi, maka hasil-hasilnya pun akan muncul. Supaya terapi dapat berhasil, maka syarat-syarat berikut harus dipenuhi, yaitu:
1.       Dua orang berada dalam hubungan psikologis
2.       Orang pertama, yaitu disebut pasien, berada dalam hubungan yang tidak selaras, peka dan cemas,
3.       Orang kedua, yang disebut terapis, berada dalam keadaan selaras atau teritegrasi dalam berhubungan,
4.       Terapis mengalami unconditional positive regard terhadap pasien,
5.       Terapis memperlihatkan pemahaman yang akurat dan empatik terhadap kerangka acuan internal (internal frame of reference) pasien dan berusaha mengkomunikasikan pemahamannya itu kepada pasien.
6.       Setidak-tidaknya pasien dapat mempersepsikan keselarasan dan kesjatian (congruence/genuineness), unconditional positive regard, dan pemahaman empatik (emphatic understanding)

Jika syarat diatas dipenuhi, maka akan terjadi suatu proses dengan ciri-ciri khasnya sebagai berikut:
1.       Pasien mulai bebas mengungkapkan perasaan-perasaannya melalui saluran-saluran verbal dan motorik
2.       Perasaab-perasaan yang diungkapkan pasien semakin mengacu kepada diri (self) dan kepada yang bukan diri (non self)
3.       Pasien semakin dapat membedakan dan memisahkan objek-objek dari perasaan-perasaan dan persepsi-persepsinya. Pengalaman-pengalamannya dapat dilambangkan dengan lebih baik
4.       Perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien semakin mengacu kepada ketidakselarasan antara beberapa dari pengalaman-pengalamannya dengan self-concept-nya,
5.       Pasien mulai mengalami dalam kesadaran adanya ancaman dari ketidakselarasan itu,
6.       Pasien mengungkapkan perasaan sepenuhnya dalam keadaan sadar yang pada masa lampau perasaan tersebut tidak dibiarkan masuk ke dalam kesadaran atau didistorsikan dalam kesadaran,
7.       Self-concept pasien mulai direorganisasi untuk mengasimilasikan dan memasukkan pegalaman-pengalaman ini yang sebelumnya didistorsikan atau tidak dibiarkan masuk ke dalam kesadaran,
8.       Karena pasien terus-menerus mereorganisasi strukrtur-dirinta, selg-concept-nya mulai semakin selaras dengan pengalaman-pengalamannya,
9.       Pasien semakin mampu mengalami unconditional positive regard dari terapis,
10.   Pasien semakin bisa merasakan unconditional positive self-regard
11.   Pasien mulai kurang mengalami dirinya menurut syarat-syarat penghargaan, dan semakin mengalami dirinya menurut proses penilaian organismik.


Daftar Pustaka
Semium, Y (2006). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius
Windayani, Kadek.  V, 2014, “ PENERAPAN KONSELING CLIENT-CENTERED DENGAN TEKNIK PERMISIFUNTUK MENINGKATKAN HARGA DIRI SISWA KELAS X. IIS 2 SMA NEGERI 2 SINGARAJA”. Volume: 2 No 1, http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJBK/article/view/3799, 29 Maret 2016


THERAPY HOLISTIK

SEJARAH THERAPY HOLISTIK
Secara bahasa, kata holistik berasal dari bahasa Yunani ‘holos’ yag berarti menyeluruh. Holistik seringkali dikaitkan pula dengan bahasa inggris ‘whole’ yang juga berarti menyeluruh. Jadi, pengobatan holistik secara bahasa diartikan sebagai pengobatan yang menyeluruh.
Sejarah pengobatan holistik sebenarnya telah dimulai sejak lama. Klinik yang melakukan pendekatan holistik bahkan sudah ada sejak sebelum masa Hippocrates. Pendekatan holistik sendiri telah disarankan dalam buku-buku etika kedokteran yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1803 oleh Percival. Percival menyatakan dalam buku tersebut sebagai berikut: “perasaan dan emosi pasien perlu untuk diketahui dan harus dipaparkan, demikian juga gejala penyakit mereka.”
John Macleod dalam bukunya ‘Pemeriksaan Klinis’, pertama kali diterbitkan pada 1964, juga berkomentar bahwa
kami harus memberikan pelayanan holistik dalam perawatan kami…
Pendekatan holistik adalah pelayanan terbaik dan telah sangat dianjurkan oleh “College Royal Medicine” secara umum selama bertahun-tahun.

TEKNIK-TEKNIK THERAPY HOLISTIK MODERN
1.      Iridiology
Teknik untuk mengetahui kondisi kesehatan tubuh seseorang dengan membaca tanda-tanda pada matanya. Digunakan peralatan seperti senter ataupun mikroskop khusus sehingga dapat dilihat perubahan jaringan.
2.      Kinesiology
Salah satu teknik pemeriksaan kesehatan dengan melakukan uji tekanan pada otot lengan pasien.
3.      Phytobiophysics
Pemanfaatan energi getaran alami dari tanaman untuk menghilangkan sumbatan energi di dalam tubuh manusia. Tubuh manusia memiliki getaran frekuensi dan tingkat energi tertentu yang menjadi tidak seimbang apabila mengalami gangguan seperti ketika sakit atau daya tahan tubuh melemah.

Pengobatan dalam metode holistik modern ditempuh melalui beberapa cara berikut ini:
1.      Penggunaan herbal
Pengobatan bersifat konstruktif, tidak hanya ditujukan untuk menyembuhkan bagian tubuh yang sakit tetapi juga membangun kembali sel-sel yang rusak. Tiga tahap pengobatan yaitu detoksifikasi, mengembalikan dan meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan sel/jaringan, baru kemudian tahap penyembuhan penyakit.
2.      Detoksifikasi
Upaya membuang toksin-toksin di dalam tubuh. Toksin diartikan sebagai segala bentuk zat yang dapat merusak fungsi sel dan struktur tubuh.
3.      Penerapan konsep hidup sehat (life style therapy)
Terapi ini meliputi bagaimana seseorang mengatur pola istirahat, menghidari stress, dan lain-lain.
4.      Efek warna terhadap kesehatan
Warna yang kita lihat sehari-hari ternyata tidak hanya mampu mempengaruhi perasaan atau mood seseorang, tetapi juga dapat menyembuhkan penyakit tertentu sehingga sering digunakan sebagai terapi kesehatan.

Referensi:
https://www.dokterkamu.com/pengobatan-holistik

http://mjeducation.com/mengenal-metode-pengobatan-holistik-modern/

Psikoterapi Transpersonal

Pengertian Psikoterapi Transpersonal
Menurut Davis (2005) psikoterapi transpersonal adalah betul-betul elektik, penggambaran dari teknik dan pemahaman dari variasi psikologi yang luas dan sumber-sumber spiritual. Psikoterapi transpersonal berhadapan dengan permasalahann psikologis dengan cakupan yang luas dan penggunaan teknik-teknik yang luas pula, diantaranya adalah modifikasi perilaku, restrukturisasi kognitif, praktek Gestalt, psikodinamika, dream-work, terapi musik dan seni, serta meditasi.
Menurut Rowan (1993) serta Kasprow dan Scotton (1999) pada orang sehat perubahan kesadaran dapat melahirkan kualitas manusia tertinggi, seperti altruisme, kreativitas, intuisi, inner voice, peak experience. Bagi individu yang kurang berkembang egonya, pengalaman-pengalaman perubahan kesadarannya mirip dengan psikosis. Berkaitan dengan terapi, psikologi transpersonal tidak menolak terapi-terapi yang sudah ada. Tetapi menambahkannya dengan terapi yang menggunakan latihan perubahan kesadaran, seperti: hypnosis, meditasi, dan guided imager.

Model Psikoterapi Transpersonal
Berdasarkan pengalaman dalam mempraktekkan psikoterapi transpersonal, dapat dikembangkan model psikoterapi transpersonal seperti pada Gambar 1.
Teknik-teknik kesadaran yang digunakan adalah terapi meditasi (tarikan nafas), terapi musik, visualisasi, letting go, dan spiritual bibliotherapy. Dengan menangani beragam kasus seperti diabetes melitus, obesitas, korban KDRT, psikomatis, korban poligami, dan korban perselingkuhan. Dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu keterlibatan emosi dan perasaan serta letting go, adanya penilaian, perlu tidaknya terapi melakukan intervensi secara direktif atau tidak, dan fenomena sistem COEX.

 Keterlibatan emosi dan perasaan serta letting go
Proses letting go dapat dilakukan melalui perasaan yang terdalam (the deepest feeling), situasi (scene) dan sub kepribadian. Corey (2005) menggunakan istilah letting go dalam pengertian melepaskan, berkaitan dengan luka dan dendam, dan rasa bersalah, serta pola-pola yang merusak diri seperti pikiran, perasaan, dan perilaku.
2.      
Adanya penilaian
Adanya penilaian saat latihan awal teknik-teknik kesadaran. Yang sebenarnya dibutuhkan dalam latihan meditasi atau teknik kesadaran lainnya adalah penerimaan dan bukannya penilaian atau judgement. Cara yang dapat digunakan untuk mengatasi penilaian (atau dalam istilah Dwoskin adalah resistensi) adalah juga dengan letting go seperti disajikan terdahulu.
3.      
Perlu tidaknya terapi melakukan introvensi secara direktif atau tidak
Assagioli (dalam Kyle, 2004) membuat kontinum antara direktif dan non direktif sebagai bagian dari terapis berkaitan dengan kliennya. Menurut Rowan (1993), psikoterapi transpersonal berkaitan dengan seseorang yang ingin membuka sesuatu dalam dirinya. Teknik spiritualitas atau kesadaran juga bicara tentang seorang yang ingin membuka sesuatu dalam dirinya. Oleh karena itu kontinum direktif amat dipengaruhi oleh keterbukaan klien.

Fenomena sistem COEX
Fenomena sistem COEX (condensed experience), yaitu kumpulan ingatan dari beragam periode kehidupan individu yang ditandai oleh adanya “serangan emosional yang kuat”. Klien dengan pengalaman seperti ini seyogyanya diberikan penjelasan bahwa hal ini memang bisa saja terjadi dan tidak menganggap dirinya psikosis. Sementara jika muncul gejala fisik dan ketegangan, latihan-latihan teknik letting go dapat dilakukan kembali, dimana pada kasus ketegangan pendampingan selama terapi harus dilakukan.

Daftar Pustaka:

Prabowo, H. (2007). Mengembangkan model psikoterapi transpersonal. Jurnal Penelitian Psikologi Universitas Gunadarama, 4(1), 59-64